AHLAN WASAHLAN

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Selamat datang dan bergabung bersama kami. Semoga keberkahan Allah SWT tercurahkan kepada kita semua.

REDAKSI

TIDAK SADAR PERBEDAAN

Dalam hal ikhtilaf yaitu perbedaan pendapat para pakar atau ulama berkaitan dengan masalah furu'iyah dalam hukum islam adalah sesuatu yang logis. Namun banyak orang yang menganggap bahwa pendapatnya yang benar sedang lainnya salah kemudian memperjuangkan dengan setengah memaksakan pendapat tersebut. Orang semacam ini pada dasarnya tidak menyadari, bahwa : 1. Kebenaran yang mereka perjuangkan itu adalah kebenaran menurut pendapatnya sendiri. 2. Kebenaran mutlak hanyalah milik Allah SWT. 3. Berani menyalahkan pendapat para ulama mujtahid mutlak yang sudah diakui oleh para ulama akan kapabilitasnya 4. Telah berani mengambil hak Allah. Padahal hanya Allah yang berhak menentukan mana yang benar mana yang salah 5. Hasil ijtihad para ulama pakar tetap diakui kebenarannya. Yang benar menurut Allah mendapat pahala 2 sedang yang lainnya akan mendapat 1 pahala 6. Membanarkan pendapat sendiri dan menyalahkan yang lain tidak baik bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan islam secara keseluruhan. Terutama berkaitan dengan penguatan ukhuwwah islamiyah 7. Sejarah telah telah memberikan pelajaran yang banyak bagi umat islam. Bagaimana perpecahan dan pertikaian antar umat islam telah menghancurkan kekuatan islam 8. Umat islam mudah diadu domba karena kebiasaan saling menyalahkan

Selasa, 07 September 2010

FENOMENA DI AKHIR RAMADHAN

Kita di wajibkan berpuasa di bulan ramadhan bertujuan agar menjadi insan yang muttaqin. Harus bagaimana agar kita dapat menggapai tujuan tersebut ? Ibadah di bulan suci Ramadhan sebenarnya dapat diibaratkan sebuah kompetisi olahraga lari marathon. Hanya pelari yang sampai pada garis finish lah dikatakan sebagai pemenangnya. Demikian pula ibadah pada bulan suci ini, hanya mereka yang bertahan melakukan ibadah-ibadah mulia hingga akhir Ramadhan lah yang disebut sebagai pemenangnya. Para pemenang inilah yang akan diberi gelar sebagai insan yang muttaqin. Untuk bisa bertahan hingga akhir Ramadhan, seorang Muslim harus tetap konsisten dalam menjaga amal ibadahnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memuji konsistensi amal ibadah yang dilakukan umatnya melalui sabdanya, “Sesungguhnya amalan yang dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara konsisten meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Saat ini kita telah berada di wilayah 10 hari terakhir bulan suci ramadhan. Sudah menjadi fenomena umum setiap tahunnya di penghujung bulan suci ini terjadi penurunan kuantitas maupun kualitas ibadah sebagian besar umat Islam. Fenomena tersebut dapat dilihat dari semakin sedikitnya umat Islam yang melaksanakan shalat berjamaah, termasuk shalat tarawih di masjid-masjid. Tadarrus Al Qur’an juga mulai ditinggalkan. Acara pengajian (ta’lim) pun semakin sepi peminat. Demikian pula tidak sedikit bentuk amal-amal kebaikan lainnya yang telah ditinggalkan kaum Muslimin. Justru pada sepertiga terakhir Ramadhan umat Islam mulai menyibukkan diri dengan urusan-urusan duniawi, seperti persiapan pesta pada hari raya Idul Fitri yang akan datang. Mal-mal, plaza-plaza, serta berbagai pusat perbelanjaan lainnya mulai dipadati kaum Muslimin. Mereka rela antri di pintu masuk maupun pintu keluar arena parkir pusat perbelanjaan, berdesak-desakan di dalam mal, bahkan merasa ikhlas antri di kasir-kasir sejumlah departemen store dan supermarket hanya untuk membeli pakaian, makanan, serta barang-barang lainnya yang akan dipakai ketika Idul Fitri.

Dibulan yang diserukan untuk menahan seluruh hasrat yang berlebihan pun tidak lolos dari fenomena ini. Setiap produk, mulai dari yang mahal sampai yang murah, baik barang elektronik, mebel, makanan, apalagi pakaian semua laris manis di penghujung ramadhan ini.
Idul fitri yang seharusnya ditafsir sebagai suka ria kemenangan terhadap penghentian "hasrat berlebihan" akhirnya menjadi tumpahan hasrat membelanjakan barang dan jasa demi aplikasi simbolik agama. Padahal ada zakat, infak dan sedekah yang seharusnya menjadi prioritas kita. Namun hal tersebut terkadang terlupakan bahkan ditiadakan sama sekali oleh orang-orang yang mampu di kalangan Islam ketika mengakhiri Ramadhan. Kita akan lebih terasa resah ketika pagar rumah belum dicat rapih dan sofa ruang tamu belum diganti, dibanding memikirkan seruan panitia zakat dan infak dari pengeras suara mesjid menjelang akhir ramadhan. Padahal akhir ramadhan adalah hari kemenangan dari perang terberat kita melawan hawa nafsu, yang salah satunya adalah hidup berlebih dan melupakan fakir miskin.
Padahal pada sepertiga terakhir Ramadhan kita disunnahkan untuk semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebab keutamaan bulan Ramadhan dan kesuksesan kita meraih insan muttaqin sangat ditentukan dipenghujung ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Carilah malam lailatul qadar itu pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari). Dengan mengetahui dan meyakini kabar tersebut, insya Allah kita dapat menjaga amal ibadah agar tidak mengalami penurunan. Sebab malam lailatul qadar hanya terjadi sekali dalam setahun. Pahala kebaikan yang dilaksanakan pada malam tersebut tidak tanggung-tanggung, yaitu setara dengan seribu bulan atau seperti beramal selama 83,3 tahun lamanya. Secara logika, siapa yang tidak ingin pahalanya dilipatgandakan sebanyak itu? Oleh karena itu, marilah kita memanfaatkan sepertiga terakhir bulan ini dengan sebaik-baiknya demi memperoleh keutamaan tersebut. Sebagian hikmah disunnahkannya i’tikaf (berdiam diri dan beribadah di dalam masjid) pada sepertiga terakhir bulan suci ini adalah agar kita tetap konsisten dan semakin konsentrasi beribadah kepada-Nya. Sebab pada masa tersebut cobaan dan godaan di luar masjid semakin besar. Selain itu, dengan beri’tikaf kita juga memiliki peluang yang besar untuk menjumpai malam lailatul qadar. Sebab malam yang lebih baik daripada seribu bulan itu kita jumpai ketika berada di dalam masjid. Dan rasanya tidak ada aktivitas lain yang dapat dikerjakan di masjid selain beribadah kepada-Nya.

Namun begitu, adakalanya karena satu dan lain hal kita tidak bisa beri’tikaf. Maka hendaknya pada masa tersebut kita dapat mengatur waktu sebaik-baiknya. Misalnya kalaupun kita harus berbelanja pakaian anak-anak di mal atau pusat perbelanjaan lainnya, maka hendaknya dilakukan pada pagi hingga siang hari sebelum waktu ashar. Demikian pula ibu-ibu dan remaja Muslimah secara khusus. Waktu memasak aneka kue serta hidangan persiapan Idul Fitri pun juga hendaknya dapat dilakukan siang hari. Waktu sore hendaknya dipakai untuk istirahat agar pada malam hari tidak kelelahan sehingga dapat beribadah (termasuk shalat tarawih) dengan tenang dan khusyuk.

Ramadhan sesaat lagi meninggalkan kita, sejumlah pertanyaan patut direnungkan setiap jiwa yang selalu mengharap ampunan dan keridhaan RabbNya. Bukankah Ramadhan bulan yang membawa rahmat? Sudahkah rahmat Allah yang amat luas melapangkan rongga-rongga dada yang sesat dengan tumpukan noda dosa dan maksiat? Ramadhan membawa maghfirah (ampunan), adakah seberkas percikan cahaya kesadaran dan tetesan air mata taubat karena khasyyah (takut) membasahi pipi merasakan kelembutan Ilahi? Ramadhan syahrul qur’an, manakah ayat-ayat Ilahi yang merobek-robek singgasana kesombongan dan melebur kebekuan hati? Ramadhan bulan yang dirindu kehadirannya, adakah kegelisahan dan keresahan hati karena yang dirindukan sebentar lagi akan pergi tanpa pamitan. Hanya Allah yang mengetahui segala kebenaran

Selasa, 17 Agustus 2010

SYAHRUL MUBAROK

Saat ini kita telah berada dalam Sebuah moment spesial dan terindah yaitu bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan. Hari-harinya, malam demi malamnya, dan jam demi jamnya adalah paling utama dibanding pada sebelas bulan lainnya. Karena banyak cinta dan keberkahan Allah yang dicurahkan pada bulan penuh berkah ini. Curahan rahmat tentu hanya diberikan kepada mereka yang menjalankan ibadah puasa dan mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal saleh lainnya. Di bulan ini, Allah SWT membuka lebar-lebar pintu surga, menutup rapat-rapat pintu neraka, dan membelenggu syaitan-syaitan yang selalu membisikkan godaan pada manusia. Selain itu Allah pun juga menebarkan banyak doorprize pahala sebagai bentuk penghargaan atas amal dan ibadah hamba-Nya di bulan suci, di mana bonus itu hanya diberikan khusus pada bulan Ramadhan. Pahala ibadah sunnah akan dihitung seperti pahala ibadah fardhu di bulan biasa, apalagi yang ibadah fardhu……..tentunya akan jauh lebih berkali-kali lipat pahalanya. Misalnya pahala membaca tasbih, seperti dalam hadist berikut “Sekali bacaan tasbih di bulan Ramadhan lebih utama dari seribu kali tasbih di bulan-bulan lainnya…” (HR. AT Tirmidzi).
Bagaimana dengan suasana diawal Ramadhan ini ? Apakah kita telah mengoptimalkan ibadah dan amal saleh kita ? Ada baiknya kalau kita senantiasa melakukan evaluasi harian terhadap kegiatan yang telah dilakukan pada hari itu. Mengevaluasi bisa dilakukan ketika menjelang tidur malam. Dengan mengevaluasi kita bisa tahu sejauh mana target yang telah kita susun tercapai, atau jika ada kegiatan yang tidak terlaksana bisa diganti pada hari yang lain. Dengan demikian kita masih berada pada jalur yang telah direncanakan dan berusaha lebih baik pada hari-hari berikutnya.
Biasanya diawal-awal ini semangat kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah puasa dan amal saleh lainnya masih begitu tinggi. Hal ini dapat kita saksikan hampir di semua Masjid mendadak penuh bahkan sampai meluber ke teras dan halaman karena begitu banyaknya jamaah terutama disaat sholat isya’ dan taroweh. Mampukah kita mempertahankan semangat ibadah dan tetap beristiqomah menjaga “kemajuan” ini sampai diakhir Ramadhan ? Bukannya “kemajuan” dalam arti bertambah majunya shaf dalam sholat. Karena itu, tanamkan dalam diri kita bahwa Ramadhan kali ini merupakan yang terakhir bagi kita, karena kita tidak tahu apakah kita masih bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Dengan demikian kita akan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini dan mempersembahkan Ramadhan kali ini adalah Ramadhan yang terbaik yang pernah kita lalui. Lebih baik dari tahun-tahun yang telah lewat.
Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa adalah mencapai ketakwaan (QS, 2:183). Ketakwaan adalah memelihara diri dari segala yang membahayakan dan menyengsarakan hidup, dengan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketakwaan dapat dipandang sebagai ukuran derajat kemanusiaan manusia. Semakin tinggi ketakwaan seseorang, semakin tinggi derajat kemanusiaannya. Manusia yang paling mulia di mata Tuhan adalah manusia yang paling tinggi ketakwaannya (Q 49:13). Ketakwaan dalam arti sebenarnya mencerminkan bukan hanya kesalehan individual, yang berguna untuk diri sendiri, tetapi juga melahirkan kesalehan sosial, yang berguna bagi orang banyak. Kesalehan individual sejati adalah daya penggerak kesalehan sosial. Kesalehan individual yang tak berguna untuk orang banyak bukan kesalehan sejati.
Kita dapat mengatakan bahwa manusia yang mulia di mata Tuhan adalah manusia yang saleh yang bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak. Orang yang tidak bermanfaat bagi orang banyak apalagi sampai merugikannya bukanlah orang saleh dan bukan pula orang bertakwa. Maka manfaat bagi orang banyak adalah ukuran atau bukti kebaikan, yang sekaligus adalah ukuran ketakwaan dan kesalehan. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang banyak. Tetapi harus diingat bahwa semua perbuatan yang dilakukan untuk kesalehan harus disertai dengan niat untuk mengabdi kepada Allah SWT. Jika suatu perbuatan tidak disertai niat untuk mengabdi kepada Tuhan, akan timbul godaan kuat untuk pamer diri (riya’).
Puasa yang berhasil mencapai tujuannya, yaitu ketakwaan, melahirkan sifat-sifat terpuji seperti kejujuran, kesabaran, ketabahan, kepedulian sosial, kedermawanan, kasih sayang, keramahan, dan toleransi. Ini adalah adalah sifat-sifat insani, yang berbeda dengan sifat-sifat hewani. Sifat-sifat insani mengangkat derajat kemanusiaan manusia. Sebaliknya, sifat-sifat-hewani menjatuhkan derajat kemanusiaan kepada derajat kebinatangan. Dalam konteks itu, puasa dapat dipandang sebagai sebuah cara untuk meniadakan sifat-sifat hewani atau sifat-sifat tercela. Puasa yang lebih tinggi kualitasnya bukan hanya menahan diri dari perbuatan yang membatalkannya, tetapi juga menahan diri dari perbuatan-perbuatan tercela seperti: berbohong, menipu, memfitnah, bergunjing, mendengar yang tidak bermanfaat, melakukan kekerasan, menghina, dan mencaci-maki.
Puasa adalah pengosongan diri dari sifat-sifat hewani agar diri menjadi ruang bagi sifat-sifat insani. Apabila sifat-sifat hewani telah hilang dari diri orang yang berpuasa, maka yang tersisa dalam dirinya adalah sifat-sifat insani. Orang seperti ini akan menjadi orang jujur, sabar, peduli sosial, dermawan, ramah, dan toleran. Orang seperti ini tak akan melakukan penipuan dan mengambil yang bukan haknya. Orang seperti ini tak akan membiarkan orang-orang yang terpinggirkan menderita kelaparan. Orang seperti ini tak akan mencaci-maki agama lain atau aliran lain karena itu akan menyakiti para penganutnya. Orang seperti ini tak akan melakukan kekerasan, meskipun atas nama kebenaran dan Tuhan.
Karena itu, marilah Ramadhan ini kita jadikan kawah candradimuka sebagai sebuah sarana dan tempat untuk menempa diri. Tidak tanggung-tanggung kita ini dididik langsung dari sang Maha Pencipta karena puasa itu untuk-Nya dan Allah sendiri yang akan membalasnya. Mudah-mudahan kita dapat menjadi “murid” yang berhasil dan lulus dengan baik menjadi seorang muttaqin yang sejati. Amin. Hanya Allah yang mengetahui segala kebenaran

Rabu, 11 Agustus 2010

MENYONGSONG TAMU AGUNG

Sebenarnya sudah semenjak bulan rajab kemarin, kita sudah diingatkan akan kedatangan tamu agung, tamu yang senantiasa dinanti-nantikan oleh segenap kaum beriman diseluruh dunia, tamu yang dicintai Allah dan Rosul-Nya. Dialah bulan suci Ramadhan. Peringatan itu disampaikan oleh Rosulullah SAW dengan doa yang senantiasa dipanjatkan :

“ Ya Allah, berikanlah berkah kepada kami dalam bulan rajab dan sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” (HR. Thabrani)

Kalau kita diberitahu bahwa kita akan kedatangan tamu yang selalu kita rindukan, bagaimanakah perasaan kita ? Tentu kita akan sangat senang dan bahagia. Begitulah perasaan yang dirasakan oleh orang-orang beriman. Sehingga berbagai macam persiapan dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu tercinta. Mulai dari menata diri, membersihkan dan merapikan rumah, kerja bakti mengecat dan membersihkan masjid, bersih desa ( orang jawa menyebut sadranan ), memasang sepanduk dll. Sebagai ekspresi kegembiraan dan kesiapan menyongsong tamu agung. Rosulullah SWA bersbda :

“ Barang siapa yang merasa senang dan bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya ke dalam neraka.”

Namun di saat kita merasakan suatu kegembiaraan menyambut bulan suci Ramadhan, ada sesuatu hal yang mengusik dan merisaukan hati kita. Terutama apa yang sedang dirasakan oleh para dhuafa, fuqara, masakin dan masyarakat yang ekonominya pas-pasan. Sudah menjadi suatu kebiasaan yang akan kita alami, setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadhan harga bahan-bahan kebutuhan akan merangkak naik kembali. Padahal dalam awal-awal bulan ini telah tejadi kenaikan harga bahan-bahan pokok akibat dari naiknya TDL ( Tarif Dasar Listrik ). Hal ini membuat persoalan hidup semakin berat apalagi di saat yang bersamaan merupakan bulan penerimaan siswa-siswa baru mulai dari SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Begitu banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya karena biaya pendidikan yang sangat tinggi. Bahkan ada suatu berita yang memberitakan ada seorang anak yang nekat bunuh diri karena orang tuanya tidak mampu mampu membiayai meneruskan sekolahnya. Tentu hal ini membuat hati kita semua tersayat dengan peristiwa yang memilukan tersebut.

Walaupun saat ini kita merasakan situasi dan kondisi ekonomi yang berat dan dibayang-bayangi kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan kembali janganlah sampai putus asa namun tetaplah optimis dalam menyambut bulan suci ini. Bukankah Ramadhan ini adalah syahrul mubarok, bulan dimana Allah mencurahkan rahmat dan keberkahan. Dengan keimanan yang mantap, senantiasa berikhtiar dengan sekuat tenaga dan selalu berdoa memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah SWT, insyaAllah kita akan dapat menjalankan shaum dan mengisi bulan suci ini dengan berbagai macam ibadah dan amal shaleh lainnya. Dimulai dengan pertaubatan yang tulus dan sebenar-benarnya, meninggalkan kemaksiatan dan barang-barang haram, membekali diri dengan banyak menuntut ilmu, meningkatkan ibadah dan amal shaleh maka keberkahan akan benar-benar kita raih. Bagi yang berkecukupan dan kelebihan harta, saat seperti inilah waktu yang sangat tepat kita jadikan sebagai ladang amal dengan meningkatkan amal sosial kita yaitu segera menyalurkan harta zakat, infak, sedekah dan yang lainnya kepada mereka yang berhak dan membutuhkan baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga amil zakat.

Disamping itu, agar selama bulan ramadhan kita dapat mengisinya secara optimal alangkah baiknya kalau aktifitas kita terprogram dan terarah. Dimulai dari peningkatan kualitas puasa, karena puasa merupakan ibadah terpenting dan wajib di bulan ramadhan ini sebagaimana perintah Allah SWT yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah : 183. Menurut ulama ada 3 jenis puasa, yaitu: puasa Awam yang hanya menahan makan, minum dan syahwat namun kemaksiatan masih dijalankan, puasa Khawash yaitu puasa seluruh anggota badan dari yang diharamkan dan puasa Khawashul Khawash yaitu mengikat hati dengan kecintaan pada Allah SWT. Kemudian dilanjutkan dengan program-program yang lain diantaranya banyak membaca dan mengkaji al-Qur’an, qiyamullail, berbuat baik kepada orang tua, memberi buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa, meningkatkan sedekah, berdzikir, berdakwah, I’tikaf, meraih lailatur qadar dll.

Kemudian, kita songsong ramadhan mulia ini dengan suasana hati yang sejuk, tenang, damai dan ikatan ukhuwah yang semakin kuat serta mengembangkan sikap toleransi (tasamuh) dalam menjalankan agama, tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan termasuk perbedaan paham keagamaan serta menghindarkan diri dari perbuatan yang sia-sia (tabdzir) dan pemborosan (israaf) yang mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu menjalani Ramadhan ini dengan baik dan semua amal kita diterima Allah SWT. Amin. Hanya Allah yag mengetahui segala kebenaran.

Minggu, 25 Juli 2010

MEMAKNAI SADRANAN

Di dalam masyarakat jawa, menjelang datangnya bulan suci ramadhan tepatnya dibulan Ruwah / Sya’ban ada tradisi yang bernama Sadranan. Menurut sejarah, Sadranan ini telah turun-temurun sejak dulu. Pada saat masyarakat jawa belum beragama Islam, Sadranan ini dilaksanakan sebagai pemujaan pada arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Setiap bulah ruwah masyarakat selalu menyiapkan sesaji (sajen) yang diperuntukkan untuk para arwah-arwah tersebut. Sesaji untuk upacara pada masa lalu berwujud makanan mentah, daging mentah, dupa dan darah. Dengan berbagai sajen yang dipersembahkan kepada arwah tersebut, mereka berharap mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan hidup. Semua makanan tersebut diletakkan di kuburan-kuburan, punden, batu besar, sungai, pohon besar atau ditempat yang dianggap keramat lainnya.
Era kerajaan Islam Demak dengan rajanya Raden Patah dan dibantu penasihat spiritualnya, yaitu Walisanga merupakan babak baru perubahan yang sangat mendasar atas tradisi sadranan ini. Walisanga tetap mempertahankan tradisi sadranan, tetapi substansinya diisi dengan nilai-nilai Islam. Sadranan tidak lagi dipersembahkan kepada arwah leluhur, tetapi merupakan sarana untuk mendoakan agar arwah para leluhur tersebut bisa tentram, damai di sisi Allah SWT. Makanan yang semula berupa makanan mentah, daging mentah dan darah diganti dengan makanan dan minuman yang baik, hasil dari pertanian dan peternakan yang dimiliki oleh masyarakat. Tempat Sadranan yang dulu dilakukan di pekuburan dan tempat yang dianggap keramat, dipindah dan dilaksanakan di Masjid-masjid atau rumah sesepuh. Hal ini mirip sebagaimana Rosulullah SAW berdakwah dalam menyikapi tradisi kaum jahiliyyah diantaranya dalam melestarikan tradisi Aqiqoh. Konon sebelum kedatangan Islam, kaum Quraisy jahiliyah ketika ada yang melahirkan, mereka menyembelih kambing. Namun kambing sembelihan itu dipersembahkan untuk berhala dan perut dari si bayi dilumuri dengan darah sembelihan. Ketika Islam datang, Rosulullah tetap melestarikan tradisi penyembelihan kambing ketika ada kelahiran, namun daging kambing itu di sedekahkan.
Rangkaian kegiatan sadranan ini dilaksanakan dengan berbagai variasi sesuai dengan adat masing-masing daerah. Pada umumnya sadranan diawali dengan bersih-bersih makam. Acara bersih kubur ini merupakan kegiatan pembuka dan melibatkan seluruh masyarakat desa. Setelah bersih-bersih makam, kegiatan dilanjutkan dengan membersihkan jalan-jalan, pasar, balai desa atau tempat lainnya yang memiliki fungsi sebagai tempat publik. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara Munjung, yaitu kegiatan saling mengirim makanan kepada para kerabat, tetangga dan orang-orang yang di hormati. Munjung berasal dari kata kunjung yang artinya mendatangi. Munjung biasanya dilakukan oleh anak-anak dimaksudkan agar anak-anak lebih mengenal silsilah keluarga atau kerabat. Setelah Munjung selesai, kegiatan berikutnya adalah kenduri, selamatan atau bancakan. Kenduri ini biasanya dilakukan secara bersamaan atau dilaksanakan di Masjid yang dipimpin oleh seorang Kiyai atau orang yang disepuhkan di desa tersebut.
Makna yang terkandung dalam tradisi sadranan ini antara lain : Pertama, Bersih kubur, kegiatan ini memiliki makna akan pentingnya kebersihan tidak hanya di rumah tempat tinggal, tetapi juga di tempat-tempat umum seperti makam, jalan dan balai desa. Dengan dibersihkannya tempat itu maka bisa menjadi symbol bahwa masyarakat telah memberisihkan jasmani mereka dari segala kotoran yang melingkupinya sehingga pada bulan puasa yang akan segera datang, mereka bisa menyempurnakan amalan dan memberishkan batin mereka. Disamping itu, membersihkan makam merupakan media untuk ingat pada mati, dengan mengingat mati manusia akan memiliki kecenderungan untuk berbuat sebaik mungkin dalam hidup. Bukankah Rosulullah telah menyatakan bahwa orang yang cerdas itu adalah orang yang ingat akan kematian. Bersih makam juga dapat menjadi sarana menziarahi dan mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah SAW pernah menziarahi kubur ibunya, lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya turut menangis. Beliau bersabda, “ Saya meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan buat ibu namun tidak diizinkan. Dan, saya minta izin untuk menziarahi kuburnya, lalu diizinkan. Maka ziarahlah kubur, karena dapat mengingatkan kematian (HR. Tirmidzi).
Kedua, makna yang terdapat dalam tradisi munjungan adalah cara mempererat kekeluargaan di masyarakat. Anak-anak yang biasa munjung dilatih atau dibiasakan untuk bersedekah dan mengetahui sejarah dan silsilah yang dimiliki oleh keluarga mereka. Salah satu cara berbakti kepada leluhur atau orang tua yang telah meninggal adalah bersedekah untuk leluhur dan menjalin silaturahim serta menjaga hubungan kekeluargaan dengan kerabat dan hadaitulan leluhur. Ibnu Umar pernah berkata, “ Saya mendengar Rosulullah SAW bersabda, Sesungguhnya sebaik-baik wujud bakti anak kepada orang tuanya sepeninggal mereka adalah menyambung tali persaudaraan dengan keluarga yang dicintai oleh orang tuanya.”
Ketiga, makna kenduri merupakan simbul dari ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas semua karunia yang telah diberikan. Sebagai ungkapan syukur tersebut masyarakat mengeluarkan sedekah berupa makanan. Dan dalam kenduri itu biasanya juga dilakukan zikir bersama dan berdoa mohon keselamatan dan kesejahteraan kepada Allah SWT. Disamping itu, kenduri merupakan simbul persatuan dan kerukuanan masyarakat desa. Kenduri juga menjadi sarana menyampaikan informasi penting bagi desa misalnya mengenai program pengembangan desa.
Demikian perubahan substansi, tatacara dan pemaknaan dari tradisi Sadranan ini sebagai bentuk akomodatif Walisanga terhadap kekayaan budaya lokal dalam berdakwah di masyarakat jawa. Pendekatan kultural mensyaratkan adanya penghargaan terhadap berbagai pranata lokal yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa tercerabut dari akar tradisinya. Perubahan yang ditimbulkan dari model dakwah kultural ini bersifat gradual, atau perlahan-lahan, tetapi mengakar sampai pada akar kesadaran masyarakat. Namun demikian, estafet perjuangan Walisanga masih membutuhkan generasi baru. Masih banyak agenda yang perlu diselesaikan, seperti masih tersebarnya budaya dan ritual yang perlu di benahi dan ditata ulang kembali sehingga lebih selaras dengan nilai-nilai Islam. Hanya Allah SWT yang mengetahui segala kebenaran.

Jumat, 16 Juli 2010

SHOLAT SEBAGAI MEDIA MI’ROJ

Setiap tanggal 27 Rajab, umat Islam sedunia diingatkan kembali dengan sejarah perjalanan isro’ mi’roj Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia khususnya, sampai dijadikan sebagai hari libur nasional. Tidak hanya itu, negara bahkan menyelenggarakan event untuk merefleksikan makna isro’ mi’roj di zaman face book.

Konon, persoalan isro’ miroj’ sejak dulu sampai hari ini (bila masih ada yang meributkan) dianggap sebagai sesuatu yang ‘tidak mungkin’. Titik persoalannya adalah apakah Nabi Muhammad SAW ketika mi’roj dengan badannya atau sekedar ruhnya saja, seperti seseorang yang sedang tidur dan bermimpin melakukan perjalanan dari Makkah ke Palestin, dan dari Palestin ke Sidratul Muntaha?

Tampaknya, diskusi ini kian meredup seiring dengan berbagai bukti teknologi di mana ada seseorang yang meng-SMS dari Klaten, dan dalam hitungan detik SMS itu telah diterima oleh seseorang yang berada di Jakarta. Atau seseorang menge-fax selembar ijazah (dokumen) dari Klaten dan kemudian diterima oleh seseorang yang ada di Amerika. Canggih bukan?

Dari sini biasanya para kiai ketika mengaji dan membahas masalah miroj senantiasa mengatakan, manusia saja bisa, apalagi Allah, Dzat yang Maha Kuasa, Dzat yang menggenggam lagit dan bumi, tentu lebih canggih dari manusia. Kalau menurut saya, kapan para santri bisa mengaplikasikan teknologi isro’ mi’roj dalam kehidupan sehari-hari?

Terlepas dari itu semua, sebenarnya ada yang paling penting yakni masalah perintah sholat. Menurut Said Agil (Ketua PBNU) tidak penting bagaimana kisah Nabi Muhammad berdialog dengan para nabi agar perintah sholat yang semula 50 sholat, menjadi cukup 5 sholat dalam sehari. Justru yang perlu direnungkan oleh umat Islam adalah apakah sholat yang selama ini dijalankan sudah ikut serta merubah problem sosial atau belum?

Bila merujuk firman Allah surat al Maa’uun dikatakan bahwa taukah kamu, siapa para pendusta agama? Maka al Qur’an memberi penjelasan yang salah satunya adalah mereka yang sholat, tetapi lalai dengan sholatnya.

Menarik untuk memperbincangkan makna lalai (lupa) dalam konteks ini. Mengapa? Karena seseorang yang sholat, tetapi lalai dengan sholatnya mereka akan diancam dengan neraka wail.

Kalau kita baca beberapa ayat di al Qur’an ada ayat yang menyatakan bahwa sesungguhnya sholat dapat mencegah kerusakan dan kemungkaran. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa ada seseorang yang rajin sholat tetapi rajin juga melakukan kemaksiatan. Istilah lainnya STMJ (sholat terus maksiat jalan). Lalu bagaimana sholatnya? Atau andaikan saja para pemimpin negeri ini sholatnya benar, maka bukankah negeri ini akan mudah keluar dari jejaring korupsi. Bukankah korupsi telah menjalar ke mana-mana? Sampai yang terakhir ada aktivis LSM yang mendapat ‘teror’ karena mengunggap suatu masalah.

Atau ayat lain yang menyatakan, mintaklah tolong dengan (media, wasilah) kesabaran dan sholat. Di sini setidaknya memiliki maksud bahwa dengan sholat, seseorang bila menghadapi masalah besar, ia akan tetap tenang dan dapat berfikir jernih. Mengapa? Karena Allah telah berjanji dengan mengatakan, sholat bisa dijadikan media untuk meminta pertolongan. Tetapi mengapa, umat Islam masih banyak yang belum yakin dengan kedahsyatan power sholat?

Inilah mengapa dalam kesempatan ini, lewat media buletin wasilah saya mengajak untuk merenungkan kembali makna sholat bagi diri kita sendiri. Dan saya tegaskan bahwa sholat merupakan media mi’roj bagi kaum muslimin, sebagaimana sabda Nabi, as sholaatu mi’rojul mu’min.

Kalau seseorang sholat dan masih memikirkan masalah dunia atau bahkan sekedar memikirkan dompetnya yang hilang, dia sebenarnya belum sholat. Dia sekedar ‘rubuh gedang’ dalam istilah Jawa. Tubuhnya sholat, tetapi ruh (pikirannya) masih melayang-layang. Di sinilah perlu seseorang mengkualitaskan nilai sholat bagi dirinya sendiri. Jadikan bahwa sholat seolah-olah berhadapan dengan Dzat yang paling kita hormati dan cintai. Dia adalah Allah. Karena saking cintanya, kita senang untuk berlama-lama dengan kekasih kita (Allah).

Betapa banyak orang yang tidak tahan di rumah Allah (masjid). Mereka setelah sholat, langsung keluar. Mengapa? Karena dunia telah membelenggu hati dan fikirannya sampai-sampai jatah untuk Allah hanya waktu-waktu sisa saja, bukan waktu utama (premium time).

Kalau ini terus dilakukan oleh seorang mu’min, maka sholat belum sampai membekas dalam hati dan terpancar menjadi akhlak yang baik. Dan inilah pentingnya mengapa setiap tahun, atau tepatnya pada tanggal 27 Rajab kita merefleksikan diri kita seberapa dalam kita memaknai sholat kita.

Akhirnya, lewat tulisan yang singkat ini tidak ada salahnya sholat kita yang selama ini sekedar ‘rubuh gedang’ kita maknai lebih jauh lagi menjadi sebuah media mi’roj dan kita ‘seolah-olah’ bertemu langsung dengan penggenggam langit dan bumi Allah SWT. Bila ini bisa kita lakukan, Insya Allah akhlak kita akan menjadi baik. Tidak hanya itu, dunia pun akan mengabdi kepada kita. Wallahu a’lam bis showaab.


ARTIKEL LAINNYA :
1. PERBEDAAN ITU RAHMAT ?
2. FENOMENA MAJELIS ZIKIR
3. ANCAMAN GLOBAL TERHADAP DUNIA ISLAM
4. SIMBOLIESME DALAM ADAT TINGKEPAN
5. TAHLILAN DI MAKAM GUS DUR
6. JANGAN MUDAH MENCELA SESAMA MUSLIM

Sabtu, 26 Juni 2010

GENERASI DALAM BAHAYA

Tidak adanya perhatian yang penuh dan pembinaan generasi pada akhlaq dan penanaman nilai-nilai agama yang menghunjam menjadikan generasi umat ini senantiasa dalam situasi yang sngat rapuh dan mudah tergelincir. Di Era Globalisasi ini dan rusaknya tontonan yang sangat mudah diakses menambah situasi yang sangat menghawatirkan generasi kita. Mari kita sadar dan segera bertindak sebagai upaya penyelamatan generasi umat. Kita hidupkan pembinaan generasi ini dengan berbagai sarana baik itu halaqoh, media2 informasi yang mendidik, nasehat-2, doa-doa yang senantiasa dipanjatkan sebagai perlindungan maupun mejelis-majelis ilmu dan dzikir

Senin, 31 Mei 2010

link

· KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (http://www.gusdur.net)

· KH Mustofa Bisri (Gus Mus) (http://www.gusmus.net)

· Gerakan Pemuda Ansor (http://www.gp-ansor.org)

· Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (http://www.ipnu.or.id)

· Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU (http://www.lakpesdam.or.id)

· Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jombang (www.lakpesdamjombang.org)

· Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur (http://www.solusiummat.org)

· Fatayat NU (http://www.fatayat.or.id)

· Muslimat NU (http://www.muslimat-nu.or.id)

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap (www.pcnucilacap.com)

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sidoarjo (pcnusidoarjo.nu.or.id)

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pekalongan (www.nubatik.net

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Malang (www.nukabmalang.or.id)

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pasuruan (nupasuruan.or.id

· Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pasuruan (www.nupasuruan.or.id)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Mesir (http://www.numesir.org)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Pakistan (www.nupakistan.or.id)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Syria (http://www.nusyria.net)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Sudan (www.pcinusudan.shim.net)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Libya (http://www.nulibya.co.cc)

· Pengurus Cabang Istimewa NU Bandung (www.nu-kotabandung.or.id)

· Pengurus MWC Mustikajaya Kota Bekasi (www.nu-mustikajaya.com

· Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif NU (http://www.maarif-nu.or.id)

· Pondok Pesantren Ciganjur (www.pesantren-ciganjur.org)

· Pondok Pesantren Cipasung (www.cipasung.com)

· Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam (http://www.al-hikam.or.id)

· Pesantren Virtual (http://www.pesantrenvirtual.com)

· Ponpes Salafiyah Syafiiyah Asembagus Situbondo (www.salafiyah.or.id)

· Pondok Pesantren Darussholah (http://www.darussholah.com)

· The Wahid Institute (http://www.wahidinstitute.org)

· Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (http://www.pmii.or.id)

· Tabloid Suara santri (http://suara-santri.tripod.com)

· STAINU Kebumen (http://stainukebumen.ac.id)

· Syarikat (http://www.syarikat.org)

· Harian Duta Masyarakat (http://www.dutamasyarakat.com)

· Sekolah Citra Alam (http://www.citraalam.org)

· Ikatan Pencak Silat NU (www.pagarnusa.or.id)

· Lembaga Institusi Pendidikan ELSAS (http://elsas-online.org)

· Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh NU (www.lazisnu.com)

· Yayasan Assalaam (http://www.assalaambdg.or.id)

· SMK Syafi'i Akrom Pekalongan (www.syafiiakrom.com )

· APTINU (Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama) (www.aptinu.org)

· UNINUS (Universitas Islam Nusantara) (http://www.unisnu.ac.id)

Kamis, 27 Mei 2010

KAJIAN 01

RESUME KAJIAN MUJAHADAHAN, RABU 19 MEI 2010
MENGKAJI KITAB : BIDAYATUL HIDAYAH IMAM AL-GHOZALI
Oleh Bpk. Kiyai Tasom

Kadang kita menganggap bahwa apa yang kita lakukan itu sudah benar padahal kalau diteliti jauh dari kebenaran. Khususnya dalam rangka mencari ilmu. Kalau niat kita tidak karena Allah SWT yaitu mengharap ridho dan hidayah-Nya untuk dapat memperbaiki diri maka kita termasuk jauh dari kebenaran.
Diantara niat yang salah dalam mencari ilmu adalah :
- Niat hanya sekedar ingin mengerti
- Niat agar dapat pintar dan bisa untuk berdebat
- Niat agar menjadi orang terhormat
- Niat untuk mendapatkan harta

RESUME KAJIAN MUJAHADAHAN, RABU 26 MEI 2010
TABAYYUN ATAU KLARIFIKASI
Oleh Bpk. Drs. Akid Makin

Dalam suatu riwayat dikisahkan, Rosulullah saw mengutus seseorang untuk memungut zakat ke tempat Al-Kharis. Setelah beberapa saat dia melaporkan kepada Rosulullah saw bahwa Al-Kharis tidak mau mengeluarkan zakat bahkan akan melawan rosul jika memaksa. Namun Rosulullah saw tidak langsung naik darah dan mempercayainya. Kemudian Rosulullah saw mengirim sahabat yang lain. Laporan dari sahabat itu ternyata Al-Kharis sudah menunggu-nunggu dan telah mempersiapkan hartanya yang akan dizakatkan.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah itu adalah kita harus dapat bersabar dan menahan diri setiap ada informasi yang kadang bersifat profokatif. Perlu adanya klarifikasi yaitu dicek kebenarannya kemudian dipikirkan bagaimana itu terjadi, penyebabnya apa dan bagaimana solusinya. Hal ini untuk menghindari kesalahan bertindak karena salahnya informasi atau terlalu tergesa-gesa dan menuruti nafsu amarah sehingga membuat penyesalan dikemudian hari.

Pelajaran lain adalah Rosulullah saw memerintahkan agar ada orang (amil) yang memungut zakat bagi orang yang sudah berkewajiban. Ini menunjukkan perlunya Lembaga Amil Zakat yang akan memungut, mengelola dan mendayagunakannya terutama dikalangan warga Nahdhiyin. Sebenarnya di NU klaten sudah ada laziznu namun tidak berjalan karena adanya beberapa kendala antara lain :
- Adanya pemikiran negative (negative thinking) yaitu rasa pekewuh menarik zakat, kurang percaya diri dan tidak berani bertindak
- Mungkin juga kurangnya pengetahuan pengelolaan zakat, infak dan shodakoh
Solusi :
1. Segera merubah pemikiran yang negative tersebut dan menanamkan pemikiran yang positif diantaranya :
- Memungut zakat, meminta bantuan untuk perjuangan fisabilillah adalah perbuatan baik
sesuai syariat bahkan diperintahkan. Jadi hukmunya wajib. Tapi kalau kita meminta
untuk diri sendiri itu hukumnya haram.
- Kalau orang lain bisa kenapa kita tidak ? Kalau orang lain bisa begitu kita harus bisa lebih dari itu. Janganlah kita mati sebelum bertanding. Kita harus berani tampil dalam rangka fastabiqul khoirat ( berlomba-lomba dalam kebaikan )
2. LAZIZNU segera diperdayakan :
- Mendeklarasikan kembali Laziznu
- Merumuskan Visi dan Misi
- Struktur Organisasi ( mempersiapkan sdm kalau perlu dididik dulu )
- Program Kerja
- Publikasi dan Sosialisai
- Memanfaatkan semua jaringan
- Dikelola secara Profesional, amanah dan transparan
- Pengukuhan pemerintah karena kalau sudah dikukuhkan bukti zakat bisa digunakan untuk
mengurangi pajak

Resume ini juga bisa dilihat di Webblog : http://wasilah09.blogspot.com

Rabu, 26 Mei 2010

Gus Gerr 01

Setan Nggak Mau Dibohongi

Semakin liberal orang dalam beragama maka semakin enggan dia untuk mengunjungi tempat ibadah. Karenanya di Australia banyak gereja dijual. Namun harganya pun murah sekali, karena orang-orang percaya kalau gereja itu banyak setannya, banyak gendruonya.

Saat membentuk cabang istimewa NU di Australia, para pengurus memilih menempati mantan gereja. Tidak takut setan. Soalnya, sebelum ditempati para pengurus memembaca Al-Qur’an di sana sampai hatam. Setannya pun lari.

Lalu ada meniru cara ini. Ada yang membeli gereja untuk dijadikan tempat berbisnis. Sayangnya orang ini tidak bisa baca Al-Qur’an. Tapi dia tidak kehabisan cara. Dia membeli tape recorder lengkap dengan kaset berisi bacaan Al-Qur’an’, dia bunyikan, lalu dia pergi karena takut ada setan.

Keesokan harinya dia kembali. Hah... setannya hilang bersama tape recorder dan kasetnya. ”Ternyata setan pun nggak mau ditipu,” kata KH Hasyim Muzadi.
GUS GERR YANG LAIN :
1. GUS GERR 02
2. GUS GERR 03
3. GUS GERR 04
4. GUS GERR 05

Selasa, 25 Mei 2010

Gus Gerr 05

Gus Dur dan Sepatu Bush

Terjadilah insiden pelemparan sepatu oleh wartawan stasiun TV di Irak ke arah presiden Amerika Serikat George W. Bush. Dunia jadi geger. Semua media menyajikannya sebagai berita utama. Tokoh-tokoh dunia berkomentar.

Mayoritas memberikan dukungan kepada sang wartawan. "Lemparan penghinaan itu adalah tanggapan balik terhadap invasi Amerika ke Irak." Dunia Arab kontan memberinya gelar pahlawan, meski belakangan wartawan ini babak belur.

Para tokoh di Indonesia pun tidak ketinggalan. Ada yang menyesalkan sikap wartawan yang emosional, tidak beretika. Namun umumnya memberikan acungan jempol kepada wartawan.

Tibalah saatnya dalam suatu forum politik para wartawan merangsek mendekati mantan presiden RI Gus Dur, meminta pendapatnya soal sepatu Bush.

"Gus Dur bagaimama pendapat anda tentang insiden pelemparan sepatu? Apakah itu termasuk bentuk kejengkelan warga Irak?"

"Apakah anda mendukung itu Gus?"

"Gus, apakah Bush pantas mendapatkan itu"

Gus Dur masih diam. Wartawan mulai tenang, menunggu kejutan.

"Ah wong nggak kena aja kog pada ribut," kata Gus Dur sambil lalu. Wartawan pun tertawa puas.



GUS GERR YANG LAIN :
1. DUS GERR 02
2. GUS GERR 03
3. GUS GERR 04
4. GUS GERR 01