AHLAN WASAHLAN

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Selamat datang dan bergabung bersama kami. Semoga keberkahan Allah SWT tercurahkan kepada kita semua.

REDAKSI

TIDAK SADAR PERBEDAAN

Dalam hal ikhtilaf yaitu perbedaan pendapat para pakar atau ulama berkaitan dengan masalah furu'iyah dalam hukum islam adalah sesuatu yang logis. Namun banyak orang yang menganggap bahwa pendapatnya yang benar sedang lainnya salah kemudian memperjuangkan dengan setengah memaksakan pendapat tersebut. Orang semacam ini pada dasarnya tidak menyadari, bahwa : 1. Kebenaran yang mereka perjuangkan itu adalah kebenaran menurut pendapatnya sendiri. 2. Kebenaran mutlak hanyalah milik Allah SWT. 3. Berani menyalahkan pendapat para ulama mujtahid mutlak yang sudah diakui oleh para ulama akan kapabilitasnya 4. Telah berani mengambil hak Allah. Padahal hanya Allah yang berhak menentukan mana yang benar mana yang salah 5. Hasil ijtihad para ulama pakar tetap diakui kebenarannya. Yang benar menurut Allah mendapat pahala 2 sedang yang lainnya akan mendapat 1 pahala 6. Membanarkan pendapat sendiri dan menyalahkan yang lain tidak baik bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan islam secara keseluruhan. Terutama berkaitan dengan penguatan ukhuwwah islamiyah 7. Sejarah telah telah memberikan pelajaran yang banyak bagi umat islam. Bagaimana perpecahan dan pertikaian antar umat islam telah menghancurkan kekuatan islam 8. Umat islam mudah diadu domba karena kebiasaan saling menyalahkan

Selasa, 07 September 2010

FENOMENA DI AKHIR RAMADHAN

Kita di wajibkan berpuasa di bulan ramadhan bertujuan agar menjadi insan yang muttaqin. Harus bagaimana agar kita dapat menggapai tujuan tersebut ? Ibadah di bulan suci Ramadhan sebenarnya dapat diibaratkan sebuah kompetisi olahraga lari marathon. Hanya pelari yang sampai pada garis finish lah dikatakan sebagai pemenangnya. Demikian pula ibadah pada bulan suci ini, hanya mereka yang bertahan melakukan ibadah-ibadah mulia hingga akhir Ramadhan lah yang disebut sebagai pemenangnya. Para pemenang inilah yang akan diberi gelar sebagai insan yang muttaqin. Untuk bisa bertahan hingga akhir Ramadhan, seorang Muslim harus tetap konsisten dalam menjaga amal ibadahnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memuji konsistensi amal ibadah yang dilakukan umatnya melalui sabdanya, “Sesungguhnya amalan yang dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara konsisten meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Saat ini kita telah berada di wilayah 10 hari terakhir bulan suci ramadhan. Sudah menjadi fenomena umum setiap tahunnya di penghujung bulan suci ini terjadi penurunan kuantitas maupun kualitas ibadah sebagian besar umat Islam. Fenomena tersebut dapat dilihat dari semakin sedikitnya umat Islam yang melaksanakan shalat berjamaah, termasuk shalat tarawih di masjid-masjid. Tadarrus Al Qur’an juga mulai ditinggalkan. Acara pengajian (ta’lim) pun semakin sepi peminat. Demikian pula tidak sedikit bentuk amal-amal kebaikan lainnya yang telah ditinggalkan kaum Muslimin. Justru pada sepertiga terakhir Ramadhan umat Islam mulai menyibukkan diri dengan urusan-urusan duniawi, seperti persiapan pesta pada hari raya Idul Fitri yang akan datang. Mal-mal, plaza-plaza, serta berbagai pusat perbelanjaan lainnya mulai dipadati kaum Muslimin. Mereka rela antri di pintu masuk maupun pintu keluar arena parkir pusat perbelanjaan, berdesak-desakan di dalam mal, bahkan merasa ikhlas antri di kasir-kasir sejumlah departemen store dan supermarket hanya untuk membeli pakaian, makanan, serta barang-barang lainnya yang akan dipakai ketika Idul Fitri.

Dibulan yang diserukan untuk menahan seluruh hasrat yang berlebihan pun tidak lolos dari fenomena ini. Setiap produk, mulai dari yang mahal sampai yang murah, baik barang elektronik, mebel, makanan, apalagi pakaian semua laris manis di penghujung ramadhan ini.
Idul fitri yang seharusnya ditafsir sebagai suka ria kemenangan terhadap penghentian "hasrat berlebihan" akhirnya menjadi tumpahan hasrat membelanjakan barang dan jasa demi aplikasi simbolik agama. Padahal ada zakat, infak dan sedekah yang seharusnya menjadi prioritas kita. Namun hal tersebut terkadang terlupakan bahkan ditiadakan sama sekali oleh orang-orang yang mampu di kalangan Islam ketika mengakhiri Ramadhan. Kita akan lebih terasa resah ketika pagar rumah belum dicat rapih dan sofa ruang tamu belum diganti, dibanding memikirkan seruan panitia zakat dan infak dari pengeras suara mesjid menjelang akhir ramadhan. Padahal akhir ramadhan adalah hari kemenangan dari perang terberat kita melawan hawa nafsu, yang salah satunya adalah hidup berlebih dan melupakan fakir miskin.
Padahal pada sepertiga terakhir Ramadhan kita disunnahkan untuk semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebab keutamaan bulan Ramadhan dan kesuksesan kita meraih insan muttaqin sangat ditentukan dipenghujung ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Carilah malam lailatul qadar itu pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari). Dengan mengetahui dan meyakini kabar tersebut, insya Allah kita dapat menjaga amal ibadah agar tidak mengalami penurunan. Sebab malam lailatul qadar hanya terjadi sekali dalam setahun. Pahala kebaikan yang dilaksanakan pada malam tersebut tidak tanggung-tanggung, yaitu setara dengan seribu bulan atau seperti beramal selama 83,3 tahun lamanya. Secara logika, siapa yang tidak ingin pahalanya dilipatgandakan sebanyak itu? Oleh karena itu, marilah kita memanfaatkan sepertiga terakhir bulan ini dengan sebaik-baiknya demi memperoleh keutamaan tersebut. Sebagian hikmah disunnahkannya i’tikaf (berdiam diri dan beribadah di dalam masjid) pada sepertiga terakhir bulan suci ini adalah agar kita tetap konsisten dan semakin konsentrasi beribadah kepada-Nya. Sebab pada masa tersebut cobaan dan godaan di luar masjid semakin besar. Selain itu, dengan beri’tikaf kita juga memiliki peluang yang besar untuk menjumpai malam lailatul qadar. Sebab malam yang lebih baik daripada seribu bulan itu kita jumpai ketika berada di dalam masjid. Dan rasanya tidak ada aktivitas lain yang dapat dikerjakan di masjid selain beribadah kepada-Nya.

Namun begitu, adakalanya karena satu dan lain hal kita tidak bisa beri’tikaf. Maka hendaknya pada masa tersebut kita dapat mengatur waktu sebaik-baiknya. Misalnya kalaupun kita harus berbelanja pakaian anak-anak di mal atau pusat perbelanjaan lainnya, maka hendaknya dilakukan pada pagi hingga siang hari sebelum waktu ashar. Demikian pula ibu-ibu dan remaja Muslimah secara khusus. Waktu memasak aneka kue serta hidangan persiapan Idul Fitri pun juga hendaknya dapat dilakukan siang hari. Waktu sore hendaknya dipakai untuk istirahat agar pada malam hari tidak kelelahan sehingga dapat beribadah (termasuk shalat tarawih) dengan tenang dan khusyuk.

Ramadhan sesaat lagi meninggalkan kita, sejumlah pertanyaan patut direnungkan setiap jiwa yang selalu mengharap ampunan dan keridhaan RabbNya. Bukankah Ramadhan bulan yang membawa rahmat? Sudahkah rahmat Allah yang amat luas melapangkan rongga-rongga dada yang sesat dengan tumpukan noda dosa dan maksiat? Ramadhan membawa maghfirah (ampunan), adakah seberkas percikan cahaya kesadaran dan tetesan air mata taubat karena khasyyah (takut) membasahi pipi merasakan kelembutan Ilahi? Ramadhan syahrul qur’an, manakah ayat-ayat Ilahi yang merobek-robek singgasana kesombongan dan melebur kebekuan hati? Ramadhan bulan yang dirindu kehadirannya, adakah kegelisahan dan keresahan hati karena yang dirindukan sebentar lagi akan pergi tanpa pamitan. Hanya Allah yang mengetahui segala kebenaran