AHLAN WASAHLAN

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Selamat datang dan bergabung bersama kami. Semoga keberkahan Allah SWT tercurahkan kepada kita semua.

REDAKSI

TIDAK SADAR PERBEDAAN

Dalam hal ikhtilaf yaitu perbedaan pendapat para pakar atau ulama berkaitan dengan masalah furu'iyah dalam hukum islam adalah sesuatu yang logis. Namun banyak orang yang menganggap bahwa pendapatnya yang benar sedang lainnya salah kemudian memperjuangkan dengan setengah memaksakan pendapat tersebut. Orang semacam ini pada dasarnya tidak menyadari, bahwa : 1. Kebenaran yang mereka perjuangkan itu adalah kebenaran menurut pendapatnya sendiri. 2. Kebenaran mutlak hanyalah milik Allah SWT. 3. Berani menyalahkan pendapat para ulama mujtahid mutlak yang sudah diakui oleh para ulama akan kapabilitasnya 4. Telah berani mengambil hak Allah. Padahal hanya Allah yang berhak menentukan mana yang benar mana yang salah 5. Hasil ijtihad para ulama pakar tetap diakui kebenarannya. Yang benar menurut Allah mendapat pahala 2 sedang yang lainnya akan mendapat 1 pahala 6. Membanarkan pendapat sendiri dan menyalahkan yang lain tidak baik bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan islam secara keseluruhan. Terutama berkaitan dengan penguatan ukhuwwah islamiyah 7. Sejarah telah telah memberikan pelajaran yang banyak bagi umat islam. Bagaimana perpecahan dan pertikaian antar umat islam telah menghancurkan kekuatan islam 8. Umat islam mudah diadu domba karena kebiasaan saling menyalahkan

Selasa, 17 Agustus 2010

SYAHRUL MUBAROK

Saat ini kita telah berada dalam Sebuah moment spesial dan terindah yaitu bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan. Hari-harinya, malam demi malamnya, dan jam demi jamnya adalah paling utama dibanding pada sebelas bulan lainnya. Karena banyak cinta dan keberkahan Allah yang dicurahkan pada bulan penuh berkah ini. Curahan rahmat tentu hanya diberikan kepada mereka yang menjalankan ibadah puasa dan mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal saleh lainnya. Di bulan ini, Allah SWT membuka lebar-lebar pintu surga, menutup rapat-rapat pintu neraka, dan membelenggu syaitan-syaitan yang selalu membisikkan godaan pada manusia. Selain itu Allah pun juga menebarkan banyak doorprize pahala sebagai bentuk penghargaan atas amal dan ibadah hamba-Nya di bulan suci, di mana bonus itu hanya diberikan khusus pada bulan Ramadhan. Pahala ibadah sunnah akan dihitung seperti pahala ibadah fardhu di bulan biasa, apalagi yang ibadah fardhu……..tentunya akan jauh lebih berkali-kali lipat pahalanya. Misalnya pahala membaca tasbih, seperti dalam hadist berikut “Sekali bacaan tasbih di bulan Ramadhan lebih utama dari seribu kali tasbih di bulan-bulan lainnya…” (HR. AT Tirmidzi).
Bagaimana dengan suasana diawal Ramadhan ini ? Apakah kita telah mengoptimalkan ibadah dan amal saleh kita ? Ada baiknya kalau kita senantiasa melakukan evaluasi harian terhadap kegiatan yang telah dilakukan pada hari itu. Mengevaluasi bisa dilakukan ketika menjelang tidur malam. Dengan mengevaluasi kita bisa tahu sejauh mana target yang telah kita susun tercapai, atau jika ada kegiatan yang tidak terlaksana bisa diganti pada hari yang lain. Dengan demikian kita masih berada pada jalur yang telah direncanakan dan berusaha lebih baik pada hari-hari berikutnya.
Biasanya diawal-awal ini semangat kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah puasa dan amal saleh lainnya masih begitu tinggi. Hal ini dapat kita saksikan hampir di semua Masjid mendadak penuh bahkan sampai meluber ke teras dan halaman karena begitu banyaknya jamaah terutama disaat sholat isya’ dan taroweh. Mampukah kita mempertahankan semangat ibadah dan tetap beristiqomah menjaga “kemajuan” ini sampai diakhir Ramadhan ? Bukannya “kemajuan” dalam arti bertambah majunya shaf dalam sholat. Karena itu, tanamkan dalam diri kita bahwa Ramadhan kali ini merupakan yang terakhir bagi kita, karena kita tidak tahu apakah kita masih bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Dengan demikian kita akan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini dan mempersembahkan Ramadhan kali ini adalah Ramadhan yang terbaik yang pernah kita lalui. Lebih baik dari tahun-tahun yang telah lewat.
Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa adalah mencapai ketakwaan (QS, 2:183). Ketakwaan adalah memelihara diri dari segala yang membahayakan dan menyengsarakan hidup, dengan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketakwaan dapat dipandang sebagai ukuran derajat kemanusiaan manusia. Semakin tinggi ketakwaan seseorang, semakin tinggi derajat kemanusiaannya. Manusia yang paling mulia di mata Tuhan adalah manusia yang paling tinggi ketakwaannya (Q 49:13). Ketakwaan dalam arti sebenarnya mencerminkan bukan hanya kesalehan individual, yang berguna untuk diri sendiri, tetapi juga melahirkan kesalehan sosial, yang berguna bagi orang banyak. Kesalehan individual sejati adalah daya penggerak kesalehan sosial. Kesalehan individual yang tak berguna untuk orang banyak bukan kesalehan sejati.
Kita dapat mengatakan bahwa manusia yang mulia di mata Tuhan adalah manusia yang saleh yang bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak. Orang yang tidak bermanfaat bagi orang banyak apalagi sampai merugikannya bukanlah orang saleh dan bukan pula orang bertakwa. Maka manfaat bagi orang banyak adalah ukuran atau bukti kebaikan, yang sekaligus adalah ukuran ketakwaan dan kesalehan. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang banyak. Tetapi harus diingat bahwa semua perbuatan yang dilakukan untuk kesalehan harus disertai dengan niat untuk mengabdi kepada Allah SWT. Jika suatu perbuatan tidak disertai niat untuk mengabdi kepada Tuhan, akan timbul godaan kuat untuk pamer diri (riya’).
Puasa yang berhasil mencapai tujuannya, yaitu ketakwaan, melahirkan sifat-sifat terpuji seperti kejujuran, kesabaran, ketabahan, kepedulian sosial, kedermawanan, kasih sayang, keramahan, dan toleransi. Ini adalah adalah sifat-sifat insani, yang berbeda dengan sifat-sifat hewani. Sifat-sifat insani mengangkat derajat kemanusiaan manusia. Sebaliknya, sifat-sifat-hewani menjatuhkan derajat kemanusiaan kepada derajat kebinatangan. Dalam konteks itu, puasa dapat dipandang sebagai sebuah cara untuk meniadakan sifat-sifat hewani atau sifat-sifat tercela. Puasa yang lebih tinggi kualitasnya bukan hanya menahan diri dari perbuatan yang membatalkannya, tetapi juga menahan diri dari perbuatan-perbuatan tercela seperti: berbohong, menipu, memfitnah, bergunjing, mendengar yang tidak bermanfaat, melakukan kekerasan, menghina, dan mencaci-maki.
Puasa adalah pengosongan diri dari sifat-sifat hewani agar diri menjadi ruang bagi sifat-sifat insani. Apabila sifat-sifat hewani telah hilang dari diri orang yang berpuasa, maka yang tersisa dalam dirinya adalah sifat-sifat insani. Orang seperti ini akan menjadi orang jujur, sabar, peduli sosial, dermawan, ramah, dan toleran. Orang seperti ini tak akan melakukan penipuan dan mengambil yang bukan haknya. Orang seperti ini tak akan membiarkan orang-orang yang terpinggirkan menderita kelaparan. Orang seperti ini tak akan mencaci-maki agama lain atau aliran lain karena itu akan menyakiti para penganutnya. Orang seperti ini tak akan melakukan kekerasan, meskipun atas nama kebenaran dan Tuhan.
Karena itu, marilah Ramadhan ini kita jadikan kawah candradimuka sebagai sebuah sarana dan tempat untuk menempa diri. Tidak tanggung-tanggung kita ini dididik langsung dari sang Maha Pencipta karena puasa itu untuk-Nya dan Allah sendiri yang akan membalasnya. Mudah-mudahan kita dapat menjadi “murid” yang berhasil dan lulus dengan baik menjadi seorang muttaqin yang sejati. Amin. Hanya Allah yang mengetahui segala kebenaran